"Dan sesungguhnya Kami telah Kami sediakan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS al-A’raaf: 179)

Apakah hidayah itu?
Hidayah secara bahasa berarti petunjuk atau tuntunan.
Secara istilah (terminologi), Hidayah ialah penjelasan dan petunjuk jalan yang akan menyampaikan kepada tujuan sehingga meraih kemenangan di sisi Allah. Pengertian seperti ini dapat kita pahami melalui firman Allah surat Al-Baqarah berikut : “Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan Pencipta mereka, dan (sebab itu) merekalah orang-orang yang sukses.” (Q.S. Al-Baqarah: 5)

Pentingnya Hidayah Allah untuk memperoleh keselamatan dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala telah mengabarkan bahwa kehidupan di dunia ini adalah ujian dan cobaan sebagaimana firmanNya, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS. al-Anbiya`: 35).
Hidayah adalah sebab utama keselamatan dan kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat. Sehingga barangsiapa yang dimudahkan oleh Allah Ta’ala untuk meraihnya, maka sungguh dia telah meraih keberuntungan yang besar dan tidak akan ada seorangpun yang mampu mencelakakannya.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk (dalam semua kebaikan dunia dan akhirat); dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi (dunia dan akhirat)” (QS al-A’raaf:178).

Hanya Allah-lah yang dapat memberi hidayah kepada hamba-Nya
"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Alloh memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Alloh lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS Al Qashash: 56).

Ibnu katsir mengatakan mengenai tafsir ayat ini, “Allah mengetahui siapa saja dari hambanya yang layak mendapatkan hidayah, dan siapa saja yang tidak pantas mendapatkannya”.

MANUSIA adalah makhluk Allah Swt. Sebagaimana makhluk Allah lainnya, ia terikat hukum ketentuan Allah Swt. untuk itu kita sebagai hamba-Nya selalu berusaha untuk patuh dan taat pada hukum-Nya serta menghindarkan diri dari segala perkara yang menyebabkan kemurkaan-Nya.  Menjaga diri agar tidak terpaut oleh bujukan nafsu, terpengaruh oleh godaan setan, waspadalah akan jalan penyelewengan terhadap perintah agama. Agar dapat meneliti diri, kalau kalau tertarik oleh bisikan iblis yang selalu menyelinap dalam hati sanubari kita. Agar kita tidak termasuk kepada mereka yang diberikan kesesatan oleh sebab menjadikan setan-setan sebagai pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.(al-A’râf: 30).

Selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan amalan saleh dengan sebaik-baiknya guna mencapai segala kebaikan, menjauhi segala kejahatan yang selalu diselimuti bujukan nafsu, digoda oleh perdaya syetan. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Al-Kahfi: 46)

Al-Quran mengimbau agar manusia mencari tuntunan dari orang-orang yang telah dianugerahi ilmu oleh Allah Swt. Tanyakanlah kepada orang-orang yang paham apabila kalian tiada mengerti (al-Nahl: 43).

Demikianlah, Semoga kita diberikan segala kemudahan agar selalu mampu melaksanakannya dengan sebaik-baiknya supaya mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Amin.

BondsNotes.Jan2014

Ref:
http://www.eramuslim.com/khutbah-jumat/mahalnya-harga-hidayah.htm#.Us4aCtIW1T4
http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/makna-dan-hakikat-hidayah-allah.html
http://muslim.or.id/aqidah/hidayah-milik-allah.html
https://www.facebook.com/PERMUTI/posts/559740977392137
http://suryalaya.org/ver2/tanbih_isi.html
http://mybkend.wordpress.com/2007/09/17/berdiri-di-simpang-jalan/
Read More …

Categories:

Ketika Syaqiq tiba di Baghdad dalam perjalanannya menuju Makkah untuk berhaji, Harun ar Rasyid memanggilnya untuk menghadap.
“Apakah engkau yang bernama Syaqiq sang Wali,” tanya Harun ketika Syaqiq datang menghadap.
“Ya, aku adalah Syaqiq,” jawab Syaqiq, “tapi aku bukan wali.”
“Nasihati aku,” perintah Harun.
Syaqiq berkata, “Engkau duduk di tempat Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib. Allah Yang Maha Kuasa menuntut pengetahuan dan keadilan darimu, sebagaimana pengetahuan dan keadilan sang Imam.”
“Nasihati aku lagi,” pinta Harun.
“Allah memiliki sebuah penginapan yang bernama neraka,” ujar Syaqiq. “Dia telah menunjukmu sebagai penjaga pintunya, dan telah melengkapimu dengan tiga hal: harta, cambuk dan pedang. Dia memerintahkan, dengan tiga hal ini, jauhkanlah manusia dari neraka. Jika seseorang datang memohon padamu untuk memenuhi kebutuhannya, janganlah sungkan memberinya uang. Jika seseorang menentang hukum Allah, didiklah dengan cambuk ini. Jika seseorang membunuh sesamanya tanpa hak, kenakan balasan yang setimpal dengan pedang ini. Jika engkau tidak melakukan hal ini, engkau akan menjadi Pemimpin para ahli neraka.”
“Lagi,” pekik Harun.
Syaqiq mengatakan, “Engkau adalah sungai, sedangkan para pembantumu adalah anak sungai. Jika sebuah sungai jernih, maka ia tak akan terkeruhkan oleh anak sungainya. Namun bila sebuah sungai kotor, apa yang dapat diharapkan dari anak sungainya?”
“Lagi… lagi…,” Harun memohon.
Syaqiq melanjutkan, “Misalkan engkau kehausan di tengah padang pasir hingga engkau hampir mati, lalu datanglah seseorang dengan membawa air, berapa yang engkau rela bayarkan untuk seteguk air itu?”
“Berapapun yang diminta orang itu,” jawab Harun.
“Jika orang itu meminta separo kerajaanmu?” tanya Syaqiq.
“Aku akan berikan,” jawab Harun.
Syaqiq bertanya lagi, “Misalkan air yang engkau minum itu tidak mau keluar dari tubuhmu, membuat mu sakit hingga hampir mati, lalu datanglah seseorang yang mengatakan, ‘Aku akan menyembuhkanmu dengan imbalan separo kerajaanmu,’ apa yang akan engkau lakukan? “
“Tentu aku akan memberikannya,” jawab Harun.
“Lalu, untuk apa engkau menyombongkan kerajaanmu, yang nilainya tidak lebih dari seteguk air yang engkau minum dan keluarnya ia dari tubuhmu?” tukas Syaqiq.
Harun pun menangis dan melepaskan kepergian Syaqiq dengan penuh penghormatan.

sumber: Cahaya Sufi Edisi Mei 2007
Read More …

Categories:

Pada suatu waktu sahur, seorang abid membaca Al-Quran, surah “Thoha”, di biliknya yang berhampiran dengan jalanraya. Selesai membaca, dia berasa amat mengantuk, lalu tertidur. Dalam tidurnya itu dia bermimpi melihat seorang lelaki turun dari langit membawa senaskah Al-Quran. Lelaki itu datang menemuinya dan segera membuka kitab suci itu di depannya. Didedahkannya surah “Thoha” dan dibeleknya halaman demi halaman untuk tatapan si abid. Si abid melihat setiap kalimah surah itu dicatatkan sepuluh kebajikan sebagai pahala bacaannya kecuali satu kalimah sahaja yang catatannya dipadamkan. Lalu katanya, “Demi Allah, sesungguhnya telahku baca seluruh surah ini tanpa meninggalkan satu kalimah pun”. “Tetapi kenapakah catatan pahala untuk kalimah ini dipadamkan?” Lelaki itu berkata.

“Benarlah seperti katamu itu. Engkau memang tidak meninggalkan kalimah itu dalam bacaanmu tadi. Malah, untuk kalimah itu telah kami catatkan pahalanya, tetapi tiba-tiba kami terdengar suara yang menyeru dari arah ‘Arasy : ‘Padamkan catatan itu dan gugurkan pahala untuk kalimah itu’. Maka sebab itulah kami segera memadamkannya”. Si abid menangis dalam mimpinya itu dan berkata, “Kenapakah tindakan itu dilakukan?”. “Puncanya engkau sendiri. Ketika membaca surah itu tadi, seorang hamba Allah melewati jalan di depan rumah mu. Engkau sedar hal itu, lalu engkau meninggikan suara bacaanmu supaya didengar oleh hamba Allah itu. Kalimah yang tiada catatan pahala itulah yang telah engkau baca dengan suara tinggi itu”. Si abid terjaga dari tidurnya. “Astaghfirullaahal-’Azhim! Sungguh licin virus riya’ menyusup masuk ke dalam kalbu ku dan sungguh besar kecelakaannya. Dalam sekelip mata sahaja ibadahku dimusnahkannya. Benarlah kata alim ulama’, serangan penyakit riya’ atau ujub, boleh membinasakan amal ibadat seseorang hamba Allah selama tujuh puluh tahun”.

Shalih meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdur Rahman bin Ziyad bin An’am, dimana ia berkata: “Sewaktu Nabi Musa as. Sedang duduk, tiba-tiba iblis datang dengan memakai topi yang berwarna-warni, dan ketika ia dengan Nabi Musa as. Ia membuka topinya dan mengucapkan salam, lalu Nabi Musa as bertanya: “Siapakah kamu ?” Ia menjawab: “Saya iblis”. Nabi Musa as bertanya: “Kenapa kamu datang kemari?” Ia menjawab: “Utuk memberi selamat kepadamu atas kedudukanmu di sisi Allah”. Nabi Musa as bertanya: “Untuk apa topi yang kamu bawa itu?” Ia menjawab: “Untuk mengelabui manusia”. Nabi Musa as bertanya: “Beritahukanlah kepadaku dosa apakah yang bila dilakukan oleh manusia, maka kamu akan menguasainya?” Ia menjawab: “Apabila manusia itu berbangga dengan bercampur sombong atas dirinya sendiri, merasa amalnya banyak, dan lupa pada dosanya, maka di saat itulah saya dapat menguasainya.”

(dari buku Tanbihul Ghofilin)
Read More …

Categories:

Mungkin kita semua sudah tau cerita seorang ibu yang memasak batu pada masa khalifah Umar bin Khatab r.a.
Sang Ibu yang saat itu tidak memiliki makanan menyuruh anaknya berpuasa dengan harapan akan medapat rejeki pada saat berbuka nanti, tapi ternyata tidak. Untuk itu sang ibu mencoba untuk menghibur anaknya dengan mengumpulkan batu lalu dimasaknya dengan harapan anaknya tertidur lelap hingga pagi. Akan tetapi, tidak seperti yang diharapkan, sebentar-sebentar anaknya bangun dan menangis meminta makan.

Lalu apa yang pernah diceritkan oleh Siti Aisyah ra istri rasulullah saw kepada kemenakannya : “Demi Allah wahai kemenakanku. Sungguh kami pernah melihat bulan sabit berganti di langit sampai tiga kali berturut-turut dalam dua bulan. Selama itu tidak pernah tungku api menyala di seluruh rumah istri Rasulullah SAW.”

Coba kita renungkan, apabila kita menahan haus dan lapar seperti yang kita jalani selama ini, kita tau kapan haus dan lapar itu akan berakhir. Tapi bagaimana bila kita tidak  pernah tahu kapan itu akan berakhir.

Konon katanya ujian kesabaran itu harus dengan kefakiran, firman Allah di Al Qur'an Surat Al Baqarah ayat 155-156: "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,  (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun."

Semoga kita dicurahkan kesabaran.... Amin.

(Bonds Notes)
Read More …

Categories:



1. Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra

Cinta Ali dan Fatimah luar biasa indah, terjaga kerahasiaanya dalam sikap, ekspresi, dan kata, hingga akhirnya Allah menyatukan mereka dalam suatu pernikahan. Konon saking rahasianya, setan saja tidak tahu menahu soal cinta di antara mereka. Subhanallah.

Ali terpesona pada Fatimah sejak lama, disebabkan oleh kesantunan, ibadah, kecekatan kerja, dan paras putri kesayangan Rasulullah Saw. itu. Ia pernah tertohok dua kali saat Abu Bakar dan Umar ibn Khattab melamar Fatimah sementara dirinya belum siap untuk melakukannya. Namun kesabarannya berbuah manis,lamaran kedua orang sahabat yang tak diragukan lagi kesholehannya tersebut ternyata ditolak Rasulullah Saw. Akhirnya Ali memberanikan diri. Dan ternyata lamarannya kepada Fatimah yang hanya bermodal baju besi diterima.

Di sisi lain, Fatimah ternyata telah memendam cintanya kepada Ali sejak lama. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah kedua menikah, Fatimah berkata kepada Ali: “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya”. Ali pun bertanya mengapa ia tetap mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya. Sambil tersenyum Fathimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu”


2. Umar bin Abdul Aziz

Umar bin Abdul Aziz, khalifah termasyhur dalam Bani Umayyah, suatu kali jatuh cinta pada seorang gadis, namun istrinya, Fatimah binti Abdul Malik tak pernah mengizinkannya menikah lagi. Suatu saat dikisahkan bahwa Umar mengalami sakit akibat kelelahan dalam mengatur urusan pemerintahan. Fatimah pun datang membawa kejutan untuk menghibur suaminya. Ia menghadiahkan gadis yang telah lama dicintai Umar, begitu pun si gadis mencintai Umar. Namun Umar malah berkata: “Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak merubah diri saya kalau saya kembali kepada dunia perasaan semacam itu,”

Umar memenangkan cinta yang lain, karena memang ada cinta di atas cinta. Akhirnya ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Tidak ada cinta yang mati di sini. Karena sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu bertanya, “Umar, dulu kamu pernah mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu sekarang?” Umar bergetar haru, tapi ia kemudian menjawab, “Cinta itu masih tetap ada, bahkan kini rasanya lebih dalam!”



3. Abdurrahman ibn Abu Bakar

Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shiddiq dan istrinya, Atika, amat saling mencintai satu sama lain sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan pada akhirnya meminta Abdurrahman menceraikan istrinya karena takut cinta mereka berdua melalaikan dari jihad dan ibadah. Abdurrahman pun menuruti perintah ayahnya, meski cintanya pada sang istri begitu besar.

Namun tentu saja Abdurrahman tak pernah bisa melupakan istrinya. Berhari-hari ia larut dalam duka meski ia telah berusaha sebaik mungkin untuk tegar. Perasaan Abdurrahman itu pun melahirkan syair cinta indah sepanjang masa:

Demi Allah, tidaklah aku melupakanmu
Walau mentari tak terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapati orang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia dithalaq karena dosanya
Dia berakhlaq mulia, beragama, dan bernabikan Muhammad
Berbudi pekerti tinggi, bersifat pemalu dan halus tutur katanya

Akhirnya hati sang ayah pun luluh. Mereka diizinkan untuk rujuk kembali. Abdurrahman pun membuktikan bahwa cintanya suci dan takkan mengorbankan ibadah dan jihadnya di jalan Allah. Terbukti ia syahid tak berapa lama kemudian.


4. Rasulullah Saw. dan Khadijah binti Khuwailid
Teladan dalam kisah cinta terbaik tentunya datang dari insan terbaik sepanjang masa: Rasulullah Saw. Cintanya kepada Khadijah tetap abadi walaupun Khadijah telah meninggal. Alkisah ternyata Rasulullah telah memendam cintanya pada Khadijah sebelum mereka menikah. Saat sahabat Khadijah, Nafisah binti Muniyah, menanyakan kesedian Nabi Saw. untuk menikahi Khadijah, maka Beliau menjawab: “Bagaimana caranya?” Ya, seolah-olah Beliau memang telah menantikannya sejak lama.

Setahun setelah Khadijah meninggal, ada seorang wanita shahabiyah yang menemui Rasulullah Saw. Wanita ini bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah? Engkau memiliki 9 keluarga dan harus menjalankan seruan besar.”

Sambil menangis Rasulullah Saw menjawab, “Masih adakah orang lain setelah Khadijah?”

Kalau saja Allah tidak memerintahkan Muhammad Saw untuk menikah, maka pastilah Beliau tidak akan menikah untuk selama-lamanya. Nabi Muhammad Saw menikah dengan Khadijah layaknya para lelaki. Sedangkan pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena tuntutan risalah Nabi Saw, Beliau tidak pernah dapat melupakan istri Beliau ini walaupun setelah 14 tahun Khadijah meninggal.

Masih banyak lagi bukti-bukti cinta dahsyat nan luar biasa islami Rasulullah Saw. kepada Khadijah. Subhanallah.


5. Rasulullah Saw. dan Aisyah

Jika Rasulullah SAW ditanya siapa istri yang paling dicintainya, Rasul menjawab, ”Aisyah”. Tapi ketika ditanya tentang cintanya pada Khadijah, beliau menjawab, “cinta itu Allah karuniakan kepadaku”. Cinta Rasulullah pada keduanya berbeda, tapi keduanya lahir dari satu yang sama: pesona kematangan.

Pesona Khadijah adalah pesona kematangan jiwa. Pesona ini melahirkan cinta sejati yang Allah kirimkan kepada jiwa Nabi Saw. Cinta ini pula yang masih menyertai nama Khadijah tatkala nama tersebut disebut-sebut setelah Khadijah tiada, sehingga Aisyah cemburu padanya.

Sedangkan Aisyah adalah gabungan dari pesona kecantikan, kecerdasan, dan kematangan dini. Ummu Salamah berkata, “Rasul tidak dapat menahan diri jika bertemu dengan Aisyah.”

Banyak kisah-kisah romantis yang menghiasi kehidupan Nabi Muhammad dan istrinya, Aisyah. Rasul pernah berlomba lari dengan Aisyah. Rasul pernah bermanja diri kepada Aisyah. Rasul memanggil Aisyah dengan panggilan kesayangan ‘Humaira’. Rasul pernah disisirkan rambutnya, dan masih banyak lagi kisah serupa tentang romantika suami-istri.



6. Thalhah ibn ‘Ubaidillah

Berikut ini kutipan kisah Thalhah ibn ‘Ubaidillah.

Satu hari ia berbincang dengan ‘Aisyah, isteri sang Nabi, yang masih terhitung sepupunya. Rasulullah datang, dan wajah beliau pias tak suka. Dengan isyarat, beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam meminta ‘Aisyah masuk ke dalam bilik. Wajah Thalhah memerah. Ia undur diri bersama gumam dalam hati, “Beliau melarangku berbincang dengan ‘Aisyah. Tunggu saja, jika beliau telah diwafatkan Allah, takkan kubiarkan orang lain mendahuluiku melamar ‘Aisyah.”

Satu saat dibisikannya maksud itu pada seorang kawan, “Ya, akan kunikahi ‘Aisyah jika Nabi telah wafat.”

Gumam hati dan ucapan Thalhah disambut wahyu. Allah menurunkan firmanNya kepada Sang Nabi dalam ayat kelimapuluhtiga surat Al Ahzab, “Dan apabila kalian meminta suatu hajat kepada isteri Nabi itu, maka mintalah pada mereka dari balik hijab. Demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Kalian tiada boleh menyakiti Rasulullah dan tidak boleh menikahi isteri-isterinya sesudah wafatnya selama-lamanya.”

Ketika ayat itu dibacakan padanya, Thalhah menangis. Ia lalu memerdekakan budaknya, menyumbangkan kesepuluh untanya untuk jalan Allah, dan menunaikan haji dengan berjalan kaki sebagai taubat dari ucapannya. Kelak, tetap dengan penuh cinta dinamainya putri kecil yang disayanginya dengan asma ‘Aisyah. ‘Aisyah binti Thalhah. Wanita jelita yang kelak menjadi permata zamannya dengan kecantikan, kecerdasan, dan kecemerlangannya. Persis seperti ‘Aisyah binti Abi Bakr yang pernah dicintai Thalhah.




7. Kisah cinta yang membawa surga

Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja’ bin Amr An-Nakha’i, ia berkata, “Adalah di Kufah, terdapat pemuda tampan, dia sangat rajin dan taat. Suatu waktu dia berkunjung ke kampung dari Bani An-Nakha’.

Dia melihat seorang wanita cantik dari mereka sehingga dia jatuh cinta dan kasmaran. Dan ternyata cintanya pada si wanita cantik tak bertepuk sebelah tangan.

Karena sudah jatuh cinta, akhirnya pemuda itu mengutus seseorang untuk melamar gadis tersebut. Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah dojodohkan dengan sepupunya. Walau demikian, cinta keduanya tak bisa padam bahkan semakin berkobar. Si wanita akhirnya mengirim pesan lewat seseorang untuk si pemuda, bunyinya, ‘Aku telah tahu betapa besar cintamu kepadaku, dan betapa besar pula aku diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang menemuiku di rumahku.’

Dijawab oleh pemuda tadi melalui orang suruhannya, ‘Aku tidak setuju dengan dua alternatif itu, sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku akan adzab yang akan menimpaku pada hari yang besar. Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobaranya.’

Ketika disampaikan pesan tadi kepada si wanita, dia berkata, “Walau demikian, rupanya dia masih takut kepada Allah? Demi Allah, tak ada seseorang yang lebih berhak untuk bertaqwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk itu.” Kemudian dia meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya serta mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi, dia masih menyimpan perasaan cinta dan rindu pada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus karena menahan rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia karenanya. Dan pemuda itu seringkali berziarah ke kuburnya, Dia menangis dan mendo’akanya. Suatu waktu dia tertidur di atas kuburannya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya, “Bagaimana keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?”

Dia menjawab, “Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya, adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat mengiring menuju kebaikan.”

Pemuda itu bertanya, “Jika demikian, kemanakah kau menuju?” Dia jawab, “Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah rusak.”

Pemuda itu berkata, “Aku harap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak melupakanmu.” Dia jawab, “Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku meminta kepada Tuhanku dan Tuhanmu (Allah SWT) agar kita nanti bisa dikumpulkan. Maka, bantulah aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah.”

Si pemuda bertanya, “Kapan aku bisa melihatmu?” Jawab si wanita: “Tak lama lagi kau akan datang melihat kami.” Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil oleh Allah menuju kehadiratNya, meninggal dunia.

Hmm, sebuah kisah cinta yang agung dengan berdasarkan janji bertemu di surga. Luar biasa. AllahuAkbar.



8. Ummu Sulaim dan Abu Thalhah

Ummu Sulaim merupakan janda dari Malik bin Nadhir. Abu Thalhah yang memendam rasa cinta dan kagum akhirnya memutuskan untuk menikahi Ummu Sulaim tanpa banyak pertimbangan. Namun di luar dugaan, jawaban Ummu Sulaim membuat lidahnya menjadi kelu dan rasa kecewanya begitu menyesakkan dada, meski Ummu Sulaim berkata dengan sopan dan rasa hormat,

“Sesungguhnya saya tidak pantas menolak orang yang seperti engkau, wahai Abu Thalhah. Hanya sayang engkau seorang kafir dan saya seorang muslimah. Maka tak pantas bagiku menikah denganmu. Coba Anda tebak apa keinginan saya?”

“Engkau menginginkan dinar dan kenikmatan,” kata Abu Thalhah.

 “Sedikitpun saya tidak menginginkan dinar dan kenikmatan. Yang saya inginkan hanya engkau segera memeluk agama Islam,” tukas Ummu Sualim tandas.

“Tetapi saya tidak mengerti siapa yang akan menjadi pembimbingku?” tanya Abu Thalhah.

“Tentu saja pembimbingmu adalah Rasululah sendiri,” tegas Ummu Sulaim.

Maka Abu Thalhah pun bergegas pergi menjumpai Rasulullah Saw. yang mana saat itu tengah duduk bersama para sahabatnya. Melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah Saw. berseru, “Abu Thalhah telah datang kepada kalian, dan cahaya Islam tampak pada kedua bola matanya.”

Ketulusan hati Ummu Sulaim benar-benar terasa mengharukan relung-relung hati Abu Thalhah. Ummu Sulaim hanya akan mau dinikahi dengan keislamannya tanpa sedikitpun tegiur oleh kenikmatan yang dia janjikan. Wanita mana lagi yang lebih pantas menjadi istri dan ibu asuh anak-anaknya selain Ummu Sulaim? Hingga tanpa terasa di hadapan Rasulullah Saw. lisan Abu Thalhah basah mengulang-ulang kalimat, “Saya mengikuti ajaran Anda, wahai Rasulullah. Saya bersaksi, bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusanNya.”

Menikahlah Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah, sedangkan maharnya adalah keislaman suaminya. Hingga Tsabit –seorang perawi hadits- meriwayatkan dari Anas, “Sama sekali aku belum pernah mendengar seorang wanita yang maharnya lebih mulia dari Ummu Sulaim, yaitu keislaman suaminya.” Selanjutnya mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang damai dan sejahtera dalam naungan cahaya Islam.




 9. Kisah seorang pemuda yang menemukan apel

Alkisah ada seorang pemuda yang ingin pergi menuntut ilmu. Di tengah perjalanan dia haus dan singgah sebentar di sungai yang airnya jernih. dia langsung mengambil air dan meminumnya. tak berapa lama kemudian dia melihat ada sebuah apel yang terbawa arus sungai, dia pun mengambilnya dan segera memakannya. setelah dia memakan segigit apel itu dia segera berkata “Astagfirullah”

Dia merasa bersalah karena telah memakan apel milik orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu. “Apel ini pasti punya pemiliknya, lancang sekali aku sudah memakannya. Aku harus menemui pemiliknya dan menebus apel ini”.

Akhirnya dia menunda perjalanannya menuntut ilmu dan pergi menemui sang pemilik apel dengan menyusuri bantaran sungai untuk sampai kerumah pemilik apel. Tak lama kemudian dia sudah sampai ke rumah pemilik apel. Dia melihat kebun apel yang apelnya tumbuh dengan lebat.

“Assalamualaikum….”

“Waalaikumsalam wr.wb.”. Jawab seorang lelaki tua dari dalam rumahnya.

Pemuda itu dipersilahkan duduk dan dia pun langsung mengatakan segala sesuatunya tanpa ada yang ditambahi dan dikurangi. Bahwa dia telah lancang memakan apel yang terbawa arus sungai.

“Berapa harus kutebus harga apel ini agar kau ridha apel ini aku makan pak tua”. tanya pemuda itu.

Lalu pak tua itu menjawab. “Tak usah kau bayar apel itu, tapi kau harus bekerja di kebunku selama 3 tahun tanpa dibayar, apakah kau mau?”

Pemuda itu tampak berfikir, karena untuk segigit apel dia harus membayar dengan bekerja di rumah bapak itu selama tiga tahun dan itupun tanpa digaji, tapi hanya itu satu-satunya pilihan yang harus diambilnya agar bapak itu ridha apelnya ia makan.”Baiklah pak, saya mau.”

Alhasil pemuda itu bekerja di kebun sang pemilik apel tanpa dibayar. Hari berganti hari, minggu, bulan dan tahun pun berlalu. Tak terasa sudah tiga tahun dia bekerja dikebun itu. Dan hari terakhir dia ingin pamit kepada pemilik kebun.

“Pak tua, sekarang waktuku bekerja di tempatmu sudah berakhir, apakah sekarang kau ridha kalau apelmu sudah aku makan?”

Pak tua itu diam sejenak. “Belum.”

Pemuda itu terhenyak. “Kenapa pak tua, bukankah aku sudah bekerja selama tiga tahun di kebunmu.”

“Ya, tapi aku tetap tidak ridha jika kau belum melakukan satu permintaanku lagi.”

“Apa itu pak tua?”

“Kau harus menikahi putriku, apakah kau mau?”

“Ya, aku mau.” jawab pemuda itu.

Bapak tua itu mengatakan lebih lanjut. “Tapi, putriku buta, tuli, bisu dan lumpuh, apakah kau mau?”

Pemuda itu tampak berfikir, bagaimana tidak…dia akan menikahi gadis yang tidak pernah dikenalnya dan gadis itu cacat, dia buta, tuli, dan lumpuh. Bagaimana dia bisa berkomunikasi nantinya? Tapi diap un ingat kembali dengan segigit apel yang telah dimakannya. Dan dia pun menyetujui untuk menikah dengan anak pemilik kebun apel itu untuk mencari ridha atas apel yang sudah dimakannya.

“Baiklah pak, aku mau.”

Segera pernikahan pun dilaksanakan. Setelah ijab kabul sang pemuda itupun masuk kamar pengantin. Dia mengucapkan salam dan betapa kagetnya dia ketika dia mendengar salamnya dibalas dari dalam kamarnya. Seketika itupun dia berlari mencari sang bapak pemilik apel yang sudah menjadi mertuanya.

“Ayahanda…siapakah wanita yang ada didalam kamar pengantinku? Kenapa aku tidak menemukan istriku?”

Pak tua itu tersenyum dan menjawab. “Masuklah nak, itu kamarmu dan yang di dalam sana adalah istimu.”

Pemuda itu tampak bingung. “Tapi ayahanda, bukankah istriku buta, tuli tapi kenapa dia bisa mendengar salamku?

Bukankah dia bisu tapi kenapa dia bisa menjawab salamku?”

Pak tua itu tersenyum lagi dan menjelaskan. “Ya, memang dia buta, buta dari segala hal yang dilarang Allah. Dia tuli, tuli dari hal-hal yang tidak pantas didengarnya dan dilarang Allah. Dia memang bisu, bisu dari hal yang sifatnya sia-sia dan dilarang Allah, dan dia lumpuh, karena tidak bisa berjalan ke tempat-tempat yang maksiat.”

Pemuda itu hanya terdiam dan mengucap lirih: “Subhanallah…..”

Dan merekapun hidup berbahagia dengan cinta dari Allah.



 10. Zulaikha dan Yusuf As.

Cinta Zulaikha kepada Yusuf As. konon begitu dalam hingga Zulaikha takut cintanya kepada Yusuf merusak cintanya kepada Allah Swt. Berikut sedikit ulasan tentang cinta mereka

Zulaikha adalah seorang puteri raja sebuah kerajaan di barat (Maghrib) negeri Mesir. Beliau seorang puteri yang cantik menarik. Beliau bermimpi bertemu seorang pemuda yang menarik rupa parasnya dengan peribadi yang amanah dan mulia. Zulaikha pun jatuh hati padanya. Kemudian beliau bermimpi lagi bertemu dengannya tetapi tidak tahu namanya.

Kali berikutnya beliau bermimpi lagi, lelaki tersebut memperkenalkannya sebagai Wazir kerajaan Mesir. Kecintaan dan kasih sayang Zulaikha kepada pemuda tersebut terus berputik menjadi rindu dan rawan sehingga beliau menolak semua pinangan putera raja yang lain. Setelah bapanya mengetahui isihati puterinya, bapanya pun mengatur risikan ke negeri Mesir sehingga mengasilkan majlis pernikahan dengan Wazir negri Mesir.

Memandang Wazir tersebut atau al Aziz bagi kali pertama, hancur luluh dan kecewalah hati Zulaikha. Hatinya hampa dan amat terkejut, bukan wajah tersebut yang beliau temui di dalam mimpi dahulu. Bagaimanapun ada suara ghaib berbisik padanya: “Benar, ini bukan pujaan hati kamu. Tetapi hasrat kamu kepada kekasih kamu yang sebenarnya akan tercapai melaluinya. Janganlah kamu takut kepadanya. Mutiara kehormatan engkau sebagai perawan selamat bersama-sama dengannya.”

Perlu diingat sejarah Mesir menyebut, Wazir diraja Mesir tersebut adalah seorang kasi, yang dikehendaki berkhidmat sepenuh masa kepada baginda raja. Oleh yang demikian Zulaikha terus bertekat untuk terus taat kepada suaminya kerana ia percaya ia selamat bersamnya.

Demikian masa berlalu, sehingga suatu hari al-Aziz membawa pulang Yusuf a.s. yang dibelinya di pasar. Sekali lagi Zulaikha terkejut besar, itulah Yusuf a.s yang dikenalinya didalam mimpi. Tampan, menarik dan menawan.

Sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Hammad dari Tsabit bin Anas memperjelasnya: “Yusuf dan ibunya telah diberi oleh Allah separuh kecantikan dunia.”

Kisah Zulaikha dan Yusuf direkam di dalam Al Quran pada Surah Yusuf ayat 21 sampai 36 dan ayat 51. Selepas ayat tersebut Al Quran tidak menceritakan kelanjutan hubungan Zulaikha dengan Yusuf a.s. Namun Ibn Katsir di dalam Tafsir Surah Yusuf memetik bahwa Muhammad bin Ishak berkata bahawa kedudukan yang diberikan kepada Yusuf a.s oleh raja Mesir adalah kedudukan yang dulunya dimiliki oleh suami Zulaikha yang telah dipecat. Juga disebut-sebut bahwa Yusuf telah beristrikan Zulaikha sesudah suaminya meninggal dunia, dan diceritakan bahwa pada suatu ketika berkatalah Yusuf kepada Zulaikha setelah ia menjadi isterinya, “Tidakkah keadaan dan hubungan kita se¬karang ini lebih baik dari apa yang pernah engkau inginkan?”

Zulaikha menjawab, “Janganlah engkau menyalahkan aku, hai kekasihku, aku sebagai wanita yang cantik, muda belia bersuamikan seorang pemuda yang berketerampilan dingin, menemuimu sebagai pemuda yang tampan, gagah perkasa bertubuh indah, apakah salah bila aku jatuh cinta kepadamu dan lupa akan kedudukanku sebagai wanita yang bersuami?”

Dikisahkan bahwa Yusuf menikahi Zulaikha dalam keadaan gadis (perawan) dan dari perkawinan itu memperoleh dua orang putra: Ifraitsim bin Yusuf dan Misya bin Yusuf.


...:::...
Read More …

Categories:

AL - HIKAM

"Terkadang Adab mengarahkan mereka untuk tidak meminta, semata karena mengandalkan pada bagian yang sudah ditentukan, dan lebih menyibukkan dzikir kepada Allah Swt dibanding memohon kepadaNya.”

DALAM Al-Qur’an ditegaskan, “Dia yang menciptaku maka Dialah yang memberi hidayah kepadaku.” (QS. Asyu’ara’: 78). Ketika Nabi Ibrahim as, berada di tempat pelemparan, beliau hanya berkata, “Cukuplah bagiku dibanding permintaanku, adalah pengetahuanNya tentangf kondisiku.” Beliau tidak sama sekali memohon dan mengajukan sesuatu, namun merasa lebih cukup dengan IlmuNya.

Ibnu Athaillah menggunakan kata “terkadang”, karena pada umumnya kaum arifin dan mereka yang fana’ lebih banyak diam dan lebih menerima jalannya takdir, sehingga sedikit sekali mereka memohon. Bagi mereka tidak ada kepentingan terhadap dirinya, karena tidak ada selain Allah sebagai tempat tujuan. Dalam hadits Qudsi  disebutkan: “Siapa yang lebih sibuk berdzikir kepadaKu dibanding meminta kepadaKu, justru Aku beri ia lebih utama dibanding yang Kuberikan kepada orang-orang yang meminta.”

Al-Wasityh menegaskan, “Apa yang berlaku di zaman Azali bagimu, lebih utama dibanding melawan zaman, yakni mencari pemenuhan keinginan.”

Al-Qusyairy mengatakan, “Bila dalam hatinya ada isyarat untuk berdoa, ia akan berdoa. Sebagaimana jika ia temukan upaya atau hamparan untuk doa, maka berdoa itu lebih utama. Sebaliknya bila hatinya berada dalam cekaman, justru diam itu lebih utama”.

Sebab Allah lebih tahu atas apa yang tersembunyi dalam berbagai persoalan kita. Maka Ibnu Athaillah melanjutkan:

“Sesungguhnya yang diingatkan itu adalah orang yang memiliki sifat alpa, dan yang digugah itu adalah orang yang memiliki sifat lalai.”

Terkadang orang berdoa, seakan-akan mengingatkan kepada Allah Swt, agar peduli padanya, agar ingat atas nasibnya, deritanya. Padahal Allah Swt tak pernah lalai, tak pernah lupa dan tak pernah alpa.  Dalam Al-Qur’an disebutkan “Allah tidak pernah lupa atas apa yang kalian lakukan.” Dan firmanNya, “Bukankah Allah lebih Maha Mencukupi hambaNya?”

Allah Swt tidak butuh untuk diingatkan atau digugah. Karena itu siapa yang merasa mengatur hal-hal yang sudah diatur oleh Allah Ta’ala, justru orang tersebut tergolong orang yang lalai.  Siapa yang sempurna yakinnya kepada Allah, ia merasa cukup dengan aturan kehendakNya, puas dengan IlmuNya dibanding tuntutan dirinya. Rela dengan pengaturanNya dibanding rencana dan rekayasanya. Orang yang sempurna itulah sebagaimana jejak Nabi Ibrahim as, tersebut.

Oleh sebab itu, kalau mereka berdoa, tidak lebih sebagai wujud kehambaan (ubudiyah) demi membuktikan rasa butuhnya yang harus dipertahankan selama-lamanya dihadapanNya. Karena rasa butuh itulah wujud pesta raya bagi para penempuh jalan menuju kepadaNya. Dengan munculnya rasa butuh, kepentingan nafsu jadi sirna, lebih senang dengan munculnya hati yang hadir di hadapanNya.

Sumber
Sufinews


...:::...
Read More …

Categories:

Al-Hikam



"Kadang-kadang Allah Swt memperlihatkan padamu alam Malakutnya yang ghaib, dan (namun) Allah Swt menutup dirimu dari melihat rahasia-rahasia hambaNya."

Diantara kasih sayang Allah Swt pada hamba-hambaNya, terkadang, Allah Swt membuka rahasia-rahasia alam malakut pada si hamba itu, berupa rahasia ilmu pengetahuan dan detail kema’rifatan, sampai nyata betul, bahkan anda pun meraih apa yang tak bisa dibayangkan oleh mata, tak pernah terdengar telinga dan tak pernah muncul dalam intuisi sekali pun. Namun pada saat yang sama, Allah Swt, justru menutup rahasia-rahasia yang ada pada hamba-hambaNya, karena rahmat dan cintaNya kepadaMu agar kalian tidak terpedaya oleh pandangan meneliti rahasia para makhlukNya dan hamba-hambaNya. Allah Swt sedang memberikan pelajaran mulia kepadamu dengan cara menghindarkan dirimu memandang rahasia makhluk lain.
Dan jika seseorang diperlihatkan rahasia makhluk Allah Swt, maka harus ada adab dan akhlaq yang dijalani. Sebagaimana ungkapan berikut ini:

“Barang siapa yang dibukakan Allah Swt rahasia-rahasia hambaNya, namun orang itu tidak berakhlak dengan Rahmat Ilahiyah, maka wujud penglihatan rahasia itu justru akan menjadi fitnah (cobaan) bagi dirinya sendiri, dan menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya cobaan bencana baginya.”

Banyak orang yang dibukakan oleh Allah Swt, tentang rahasia-rahasia hambaNya, namun betapa orang itu malah mendapat cobaan yang serius, hanya karena ia sendiri tidak menerapkan Akhlaq Rahmat Ilahiyah. Diantara cobaan yang muncul adalah tragedi ruhaninya sendiri berupa kesombongan, kekaguman pada diri sendiri, dan memanfaatkan nya untuk kepentingan duniawinya.

Padahal rahasia Allah itu ditampakkan padanya, agar ia menjalankan fungsi Rahmatan Lil’alamin melalui akhlak Rahmat Ilahiyahnya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Athaillah as-Sakandary.

Orang yang berakhlak dengan Rahmat Ilahiyah adalah orang yang memiliki keluasan kasih sayang terhadap hamba-hamba Allah Ta’ala, dan manusia merasakan hamparan kasih sayangnya dan perilaku akhlaknya. Ia telah menjadi bapak bagi mereka. Inilah yang diteladankan Nabi Saw, dalam Al-Qur’an, “Dan ia penuh kasih sayang kepada kaum beriman.” (Q.s. Al-Ahzaab:43) Sang Nabi Saw, memaafkan orang-orang yang berbuat salah dan dosa, menyayangi dan mengasihi orang miskin, dan menjabat tangan orang-orang yang bodoh serta berbuat baik pada orang-orang yang berbuat buruk.

Sebab sebagaimana dikatakan oleh Ummul Mu’minin, ra, “Akhlaknya adalah Al-Qur’an”, dan beliau membaca ayat, “Ambillah maaf, dan perintahlah dengan baik, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Q.s. Al-A’raaf:7).
Orang yang berakhlak demikian, berarti ketersingkapannnya merupakan kemuliaan baginya dan rahmat bagi hamba-hambaNya.

Jika tidak, maka ia akan teruji oleh fitnah dalam dirinya seketika dan di akhirat kelak: Pertama, ia merasa lebih hebat dan lebih bersih dibanding yang lain dengan kelebihan-kelebihannya.
Kedua, ia telah mempersempit rahmat dan kasih sayang Allah pada hamba-hambaNya.
Ketiga, ia telah menyakiti hamba-hamba Allah dengan membuka rahasia-rahasia kelemahannya, dan inilah awal bencana.

Maka penyair Sufi mengatakan:
Tebarlah kasih sayang, wahai anakku
Pada semuanya, dan lihatlah
Pada mereka dengan mata kinasih yang lembut
Hormati yang tua, kasihi yang muda
Jagalah hak akhlak pada setiap makhluk.



Sumber
Sufinews


...:::...
Read More …

Categories:

.