Apabila seseorang telah diangkat derajatnya oleh Allah swt, hatinya serasa lautan luas. Rupa dan warna lautan itu tidak akan berubah walau sedikit najis kedhaliman dan kedurjanaan dijatuhkan oleh manusia kedalamnya. Wajah lautan itu tidak kan berubah, bahkan kedalam lautan itulah tentara ego yang hitam akan tenggelam dan lemas didalamnya, seperti Fir’aun dengan tentaranya yang tenggelam lemas didalam laut Merah.
Diatas permukaan laut itulah kapal Islam akan selamat. Itulah suatu perumpamaan untuk orang-orang yang celaka. Sementara itu, ruh orang yang ber uzlah menghujam kedalam perut lautan untuk mencari mutiara hakekat. Kemudian ia akan kembali ke permukaan dengan membawa mutiara yang diperolehnya didasar lautan, ia akan membagi bagikan mutiara itu kesemua orang dan kesemua tempat. Inilah suatu perumpamaan lagi untuk mereka yang diangkat derajatnya oleh Allah swt.
Meskipun ia tidak mau membagi-bagikan apa yang diperolehnya dari derajat yang tinggi itu, namun Allah swt akan mengenalkannya kesemua tempat dengan men-taskhir-kan (memaksakan) orang lain untuk menyebarkan namanya, sehingga dalm waktu yang pendek, orang akan berduyun-duyun datang kepadanya, seperti iring-iringan semut yang mendatangi gula. Seolah-olah Allah swt berkata kepada yang lain ; “ Kenalilah hamba-Ku ini! Dia telah kuberikan pangkat dan derajat! Dalam tangan-Ku terdapat pangkat kemuliaan dan derajatnya yang tinggi, siapa yang mau akan Ku berikan! Akan tetapi, dimana orang yang mau? Pangkat dan derajat tidak akan diberi, melainkan setelah dia berhidmat dengan jujur dan ikhlas. Allah swt. Berfirman ;” Dan keduanya keluar mutiara dan marjan” (QS. Ar-Rahman :22)
Untuk menguasai lautan itu, wajah kita harus sama dengan wujud kita. Kita mestilah sama dengan wajah kita. Artinya, keadaan lahir kita harus diharmonikan atau disesuaikan dengan bathin kita. Yakni, jangan sampai kita memperbaiki bagian luar saja, sedangkan kita melupakan yang bathin. Betapa banyak orang yang hanya mementingkan hal-hal yang diluar dari dirinya agar mendapat pujian dari orang lain. Namun, bagian dalam dari dirinya masih berselaput daki yang berkarat, yang samasekali tidak diperdulikannya, padahal pada bagian dalam itulah yang mesti dijaga dan dipelihara, karena disanalah tempat Tuhan berada dalam diri hamba-Nya. Jadi dalam ‘Uzlah, jika kondisi luar diri seseorang sudah baik, maka sebaiknya bagian dalam dirinya lebih baik lagi. Untuk dapat mencapainya tentu diperlukan kesabaran yang panjang yang harus dipikul betapa berat beban di pundaknya.
Apabila telah terjadi keseimbangan antara kebaikan di dalam dan diluar, maka tidaklah ada lagi “perasaan mendua” atau kesyirikan, gangguan dan gemuruh dalam lautan hati. Ombak dan gelombang dosa tidak kan muncul kembali dalam lautan hati yang tenang itu.
Barang siapa yang mencapai keadaan ini, maka ia berada dalam peringkat taubat yang sebenar-benarnya, ilmunya luas dan dalam, semua tindakannya ditujukan untuk berkhidmat dengan sesama insan, hatinya tidak tertarik kepada dosa dan maksiat. Jika ia khilaf, Allah swt akan mengampuninya karena ia akan mengingat kehilafannya itu dan segera bertaubat dari kelalaian dan tidak disengaja. Ia merasa sangat dekat dengan Allah swt. Karena ia telah mengetahui Allah swt. Jauh lebih dekat dari pada perkiraannya. Bukankah ini suatu nikmat yang tiada tara, dan suatu karunia yang besar nilainya? Mengapa harus menukarnya dengan yang lain? Seribu dunia sekalipun tidak dapat menyamainya. Hanya orang pandai yang mengetahui rahasianya, sedangkan orang yang bodoh mengapai-gapaikan tangannya agar dapat meraihnya, atau hanya dapat membeliakkan matanya, dan berfikir betapa sulit untuk dapat mengerti dasar-dasarnya. Bila mereka tidak berkenalan dengan-Nya maka tidak ada makrifat antara ia dan Allah swt. Ia tidak akan mendapatkan cahaya sebelum membersihkan hati dari daki-dakinya, dan menumpukan perhatian kepada Tuhan yang menciptakannya. Bila beberapa hal ini telah dilakukan, kelak dia akan mengenal jalan-Nya, dan bila ia menuju kepada-Nya, ia akan sampai kepada-Nya. Salam perenungan saudara-saudara ku terkasih.
Sumber:
Radja Ratoe Alit
CAFE SUFI
...:::...
Categories:
Mutiara Hikmah