Pada suatu waktu sahur, seorang abid membaca Al-Quran, surah “Thoha”, di biliknya yang berhampiran dengan jalanraya. Selesai membaca, dia berasa amat mengantuk, lalu tertidur. Dalam tidurnya itu dia bermimpi melihat seorang lelaki turun dari langit membawa senaskah Al-Quran. Lelaki itu datang menemuinya dan segera membuka kitab suci itu di depannya. Didedahkannya surah “Thoha” dan dibeleknya halaman demi halaman untuk tatapan si abid. Si abid melihat setiap kalimah surah itu dicatatkan sepuluh kebajikan sebagai pahala bacaannya kecuali satu kalimah sahaja yang catatannya dipadamkan. Lalu katanya, “Demi Allah, sesungguhnya telahku baca seluruh surah ini tanpa meninggalkan satu kalimah pun”. “Tetapi kenapakah catatan pahala untuk kalimah ini dipadamkan?” Lelaki itu berkata.
“Benarlah seperti katamu itu. Engkau memang tidak meninggalkan kalimah itu dalam bacaanmu tadi. Malah, untuk kalimah itu telah kami catatkan pahalanya, tetapi tiba-tiba kami terdengar suara yang menyeru dari arah ‘Arasy : ‘Padamkan catatan itu dan gugurkan pahala untuk kalimah itu’. Maka sebab itulah kami segera memadamkannya”. Si abid menangis dalam mimpinya itu dan berkata, “Kenapakah tindakan itu dilakukan?”. “Puncanya engkau sendiri. Ketika membaca surah itu tadi, seorang hamba Allah melewati jalan di depan rumah mu. Engkau sedar hal itu, lalu engkau meninggikan suara bacaanmu supaya didengar oleh hamba Allah itu. Kalimah yang tiada catatan pahala itulah yang telah engkau baca dengan suara tinggi itu”. Si abid terjaga dari tidurnya. “Astaghfirullaahal-’Azhim! Sungguh licin virus riya’ menyusup masuk ke dalam kalbu ku dan sungguh besar kecelakaannya. Dalam sekelip mata sahaja ibadahku dimusnahkannya. Benarlah kata alim ulama’, serangan penyakit riya’ atau ujub, boleh membinasakan amal ibadat seseorang hamba Allah selama tujuh puluh tahun”.
Shalih meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdur Rahman bin Ziyad bin An’am, dimana ia berkata: “Sewaktu Nabi Musa as. Sedang duduk, tiba-tiba iblis datang dengan memakai topi yang berwarna-warni, dan ketika ia dengan Nabi Musa as. Ia membuka topinya dan mengucapkan salam, lalu Nabi Musa as bertanya: “Siapakah kamu ?” Ia menjawab: “Saya iblis”. Nabi Musa as bertanya: “Kenapa kamu datang kemari?” Ia menjawab: “Utuk memberi selamat kepadamu atas kedudukanmu di sisi Allah”. Nabi Musa as bertanya: “Untuk apa topi yang kamu bawa itu?” Ia menjawab: “Untuk mengelabui manusia”. Nabi Musa as bertanya: “Beritahukanlah kepadaku dosa apakah yang bila dilakukan oleh manusia, maka kamu akan menguasainya?” Ia menjawab: “Apabila manusia itu berbangga dengan bercampur sombong atas dirinya sendiri, merasa amalnya banyak, dan lupa pada dosanya, maka di saat itulah saya dapat menguasainya.”
(dari buku Tanbihul Ghofilin)